seperti biasa roy bangun dipagi hari untuk bersekolah, namun dipagi hari kali ini roy merasakan sesuatu yang berbeda, ia lebih segar dan bersemangat untuk pargi kesekolah, setelah meminum segelas susu yang dibuatkan oleh ibunda roy, roy pun langsung segera bergegas mengambil tasnya dan pergi bersekolah.
"roy tumben seger banget kayaknya pagi ini.. "
"iya mah, roy juga ga tau ni kenapa, hehe.."
"lagi jatuh cinta ye, pengen buru-buru ketemu gebetannya?.."
"haha apaan si mah, roy ga punya gebetan ko, lagi semangat sekolah aja ini, .."
"oh yaudah hati-hati yah sayang, jangan pulang sore-sore"
"iya mah selooow. hehe.."
di perjalanan menuju sekolah roy bertemu fadlan yang tengah menunggu angkutan umum. fadlan tampak berbeda tak seperti biasanya, iya menekuk wajahnya seakan tengah dirundung masalah, tanpa ragu roy pun menyapa fadlan dengan canda.
"hello brow, what's up cing.."
"berisik lu, tumben ga bareng deni lu, ngapa? lagi ribut?.."
"haha ribut apaan, tadi udah gue samper tapi dia nyuruh duluan.."
"oh, lagian lu tumben juga jam segini udah disini biasanya setengah tujuh lu disini.."
"haha ga tau nih gue lagi on fire aja kayaknya haha.."
"haha hehe haha hehe mulu lu, berisik.."
"lu kenapa paijo? mewek aja dari tadi, haha.."
"rewel lu noh udah ada kopaja, ayolah cabut.."
"okay let's go.."
deni adalah teman roy yang rumahnya sangat dekat dengan roy, deni dan roy sering sekali pergi kesekolah bersama dan pulang kesekolah bersama, mereka berteman sejak duduk di sekolah dasar, orang tua deni dan roy pun sudah saling mengenal, mereka juga berteman dengan baik.
roy dan fadlan pun pergi menuju kesekolah bersama-sama pagi itu, sesampainya di sekolah roy segera menaruh tas di kursinya dan kedepan kelas untuk menyapa teman-temannya yang lain, sedangkan fadlan langsung duduk di bangkunya dengan menekuk sikunya lalu tidur, fadlan memang tidak terlihat seperti biasanya pada hari itu, roy yang menyadari sejak pertama bertemu dengannya agak ragu untuk bertanya karena takut akan menggangu privacynya.
tak lama roy menyapa teman-temannya yang berada di depan kelas, triva pun baru tiba di sekolah, triva agak pucat pagi itu, roy menatap wajahnya dengan serius dan bertanya kepada triva,
"lo kenapa va? sakit?.."
"eh elo roy, engga ko gue baik baik aja.."
"tapi ko muka lo pucet ya, hehe.."
"masa si? engga ah biasa aja, yaudah gue masuk kelas dulu ya.."
"oke va, .."
tak lama setelah percakapan tadi, bel masuk pun berdering, roy dan teman-temannya masuk ke kelasnya masing-masing, kegiatan belajar mengajar pun berjalan cukup lancar, sampai waktu istirahat tiba roy dan teman-temannya pergi beristirahat, namun tidak dengan fadlan, ia tetap duduk dikelas dan merenung sambil memegang telpon genggamnya. hingga jam sekolah berakhir fadlan tampak berbeda dari hari biasanya, ia tampak murung dan bermasalah, fadlan pun berusaha untuk menghampirinya.
"lo kenapa jo? kaya orang depresi, istirahat ga istirahat, kenapa?.."
"gapapa .."
" heem, masi kaku aja si lu jadi orang, ceritalah, tadi juga gue ga liat tegur sapa sama triva, lagi ada masalah?"
"itu dia masalahnya, gue putus sama dia, .."
"ya ampuuun, haha. gara-gara cewe lo jadi stress gini? lo kan playboy masa gentar si, haha.."
"playboy juga punya hati kali, gue cuma ngerasa bersalah karena nyakitin dia yang udah baik banget sama gue.."
"nah makanya insaf, ngomong aja sama dia, kalo lo bakalan berubah buat dia, selesaikan.."
"mata lo ! ga sesimpel itu lah, dia ngeliat muka gue aja udah males, gimana gue mau ngomong sama dia."
"haha yaudahlah brow, lo kan gampang cari cewe, lupain lah, ayo balik.."
"hmm, yaudahlah lo pulang duluan aja.."
entah apa yang harus roy rasakan karena mendengar itu semua, apakah roy harus senang karena triva telah putus dengan fadlan, atau kah harus sedih karena fadlan sangat merasakan kehilangan sosok triva yang begitu baik terhadapnya, semenjak fadlan berpacaran dengan triva roy sudah tidak memendam perasaan lagi terhadap triva, sehingga roy memilih untuk melupakan perasaannya terhadap triva, dan kenyataan bahwa triva telah putus dengan fadlan tidak membuat roy kembali berharap kepada triva, ia melupakannya dan lebih menganggapnya sebagai teman.
to be continued....